Sabtu, 23 Juli 2011

MENSIFATI TUJUH SORGA

  Wahab barkata: "Sesungguhnya Alloh SWT menciptakan surga dari kejadiannya. Luasnya surga itu seperti luasnya langit dan bumi. panjangnya tak seorang pun yang mengetahui kecuali Alloh SWT. Maka apabila telah datng hari kiamat, maka hilanglah tujuh langit dan tujuh bumi.Lalu jadilah tempat keduanya ini melebar dalam surga dan memuat sampai batas penghuninya. besar surga-surga itu 1000 derajat, jarak antara derajat yang satu dengan yang lain sekitar perjalanan 500 tahun,sungai;sungainya mengalir dan buah-buahanya bergantungan. Segala yang di inginkan dan yang menyejukan mata berada di dalamnya.
  Dalam surga juga terdapat istri-istri yang masih suci, dari bidadari Alloh SWT menciptakan bidadari daru nur,seakan -akan mereka itu bagai yaqud dan marjan. Bidadari -bidadari itu sangat sopan selalu menundukkan kepalanya dari selain suaminya,mereka tidak pernah melihat seseorang selain suaminya.Tiap kali suami menyetubuhinya, didapatinya dia dalam keadaan perawan
  Dan bidadari itu memakai 70 pakaian, setiap pakaian mempunyai corak(warna)yang berbeda,baginya dalam 70 pakaian itu, lebih ringan dari pada rambut.Dalam tubuhnya bisa dilihat dari luar dagingnya,termasuk sumsum betisnya, tulang tulang dan kulitnya, sebagaimana dapat dilihatnya minuman merah dari kaca yang hijau8,dan bisa dilihatnya minuman merah dari gelas yang putih. Kepalanya yang  memakai mahkota dari intan yang dihiasi Yaqut-yaqut.

Sabtu, 16 Juli 2011

Tiga golongan yang Tidak di ajak bicara oleh allah

TIGA GOLONGAN YANG TIDAK DIAJAK BICARA OLEH ALLAH DI AKHIRAT
Senin, 20 Juni 11
Dari Shahabat Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu berkata:”Sesungguhnya Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ثلاثة لا يكلمهم الله ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم ؛ أشيمط زان، وعائل مستكبر، ورجل جعل الله بضاعته لا يشتري إلا بيمينه ولا يبيع إلى بيمينه رواه الطبراني بسند صحيح. 
“Tiga golongan yang tidak diajak bicara oleh Allah (pada hari kiamat) dan tidak disucikan-Nya dan bagi mereka adzab yang pedih ( yaitu); orang yang sudah beruban (tua) yang berzina, orang miskin yang sombong, dan orang yang menjadikan Allah sebagai barang dagangannya, ia tidak membeli kecuali dengan bersumpah (dengan nama-Nya) dan tidaklah ia menjual kecuali dengan bersumpah (dengan nama-Nya)” (HR. Thabrani dengan sanad yang shahih). 
Penyebutan kata tiga golongan dalam hadits ini bukanlah pembatasan, akan tetapi ia hanyalah penjelasan terhadap orang-orang yang terkandung dalam hadits, karena telah datang ancaman yang serupa untuk orang-orang selain yang disebutkan dalam hadits di atas. Maka dari sini kita memahami bahwa jumlah-jumlah dalam konteks kata seperti ini tidak memiliki mafhum, maksudnya tidak menunjukkan sebuah pembatasan, yakni pembatasan bahwa hukuman itu hanya berlaku untuk tiga golongan ini saja dan menafikaannya dari selain ketiganya. Akan tetapi, di dalam hadits-hadits lain ada tambahan tentang orang-orang yang berhak mendapatkan ancaman yang serupa dengan yang ada dalam hadits di atas. 
Sabda beliau:((ثلاثة لا يكلمهم الله)) Maksudnya, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mengadzab mereka pada hari Kiamat dengan tidak mengajak bicara mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak meridhoi mereka, dan bahwasanya amalan yang berkonskwensi pada hukuman yang seperti ini (tidak diajak bicara oleh Allah) merupakan perbuatan yang diharamkan, karena hukuman ini adalah ancaman di Akhirat dan perbuatan ini salah satu dosa besar. 
Sabda beliau:((لا يكلمهم الله)) (Allah tidak berbicara kepada mereka), dan pembicaraan yang dinafikan (ditiadakan) dalam hadits ini adalah pembicaraan yang menunjukkan kasih sayang (kalamur rahmah), dan kebaikan. Bukan peniadaan pembicaraan sama sekali, karena tidak ada seorang pun pada hari Kiamat melainkan akan diajak bicara oleh Allah, dan tidak ada penterjemah antara dia dengan Allah, sekalipun dia adalah orang kafir. Akan tetapi pembicaraan Allah dengan mereka (orang kafir) adalah pembicaraan yang bersifat intimidasi, penghinaan, penjelasan nikmat Allah kepada mereka dan pengingkaran-Nya kepada mereka, maka ini adalah pembicaraan adzab (yang mengandung siksaan). 
Sabda beliau:((ولا يزكيهم)) maksudnya mereka tidak dipuji oleh Allah, dan tidak disucikan dari dosa, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Shalih al-Fauzanhafizhahullah. Sedangkan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullahmenjelaskan bahwa makna sabda beliau ini adalah bahwa Allah tidak memberikan rekomendasi dan pengakuan terhadap mereka, dan tidak ada juga yang bersaksi atas keimanan mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan berupa perbuatan yang keji ini (yang disebutkan dalam hadits). 
Sabda beliau:((ولهم عذاب أليم)) (bagi mereka adzab yang pedih) maksudnya, mereka berhak mendapatkan azab (siksa) yang menyakitkan. 
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mulai menyebutkan siapa mereka, beliau bersabda: ((أُشَيمِط زان)) ini adalah bentuk tasghir (pengecilan) dari kataأشمط yang artinya bercampurnya rambut hitam dengan uban. Dan yang dimaksud dalam hadits ini adalah orang yang berusia lanjut namun terjatuh dalam perbuatan zina. Inilah makna sabda beliau ((أُشَيمِط زان)). oleh sebab itu di sebagian riwayat disebutkan ((كبيرٌ شيخٌ زانٍ)) . Karena dorongan zina pada orang ini kecil, berbeda dengan dorongan zina pada para pemuda, oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'alamemberikan hukuman ini pada orang tua yang berzina. Dikarenakan kecilnya dorongan untuk berbuat maksiat pada diri, maka jatuhnya dia pada kemaksiatan ini menunjukkan kerusakan jiwanya dan telah bercokolnya kemaksiatan pada dirinya. 
Sabda beliau:((وعائل مستكبر)) kata ((عائل)) maksudnya adalah orang yang memiliki tanggungan untuk dinafkahi, atau ia adalah orang yang fakir (miskin) sekalipun tidak memiliki tanggungan yang harus dinafkahi. ((مستكبر)) (menyombongkan diri) beliau tidak mengatakan متكبِّر (sombong), karena orang yang miskin bukanlah orang yang pantas berlaku sombong, karena pada asalnya orang yang fakir, yang tidak memiliki harta untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya kondisinya terhina. Maka jika ada orang miskin/fakir memiliki perilaku seperti ini (menyombongkan diri), hal itu menunjukkan rusaknya orang tersebut. Karena kesombongan adalah perilaku yang dibuat-buat bertentangan dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia pada setiap keadaan, maka bagaimana jika orang tersebut adalah orang yang membutuhkan, di tangannya tidak ada sesuatu yang bisa mencukupi kebutuhannya? Maka rasa rendah dan terhina lebih pantas ditunjukkan, bukan sebaliknya, yaitu dengan menombongkan diri. 
Dan hakekat kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan/menghinakan manusia, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

لايدخل الجنّةمن كان فى قلبه مثقال ذرّةمن كبر ، فقال رجل : انّ الرّجل يحبّ ان يكون ثوبه حسناونعله حسنة ، قال : انّ اللّه جميل يحبّ الجمال . الكبر : بطرالحقّ وغمط النّاس (رواه مسلم); 
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari kesombongan.” Salah seorang shahabat lantas bertanya: “Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sandalnya baik?” Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Dzat yang Maha Indah dan senang dengan keindahan, Al-Kibru (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR Muslim dalam Shahih-nya, Kitabul Iman, Bab: Tahrimul Kibri wa Bayanuhu) 
Sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam: ((ورجل جعل الله بضاعته)) yakni seseorang yang menjadikan Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai komoditi dagangannya, karena dia membeli sesuatu yang rendah dengan sesuatu yang lebih baik. Dia mengambil sesuatu yang rendah, yaitu mata pencahariaan dan harga barang yang dia dapatkan di dunia dan menggantinya dengan yang lebih baik, yaitu Akhirat dan kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya. Yang mana dia memalsu dan menipu, lalu menjadikan Allah sebagai barang dagangan. Maksudnya, dia menjual Allah Subhanahu wa Ta'ala –Mahasuci Allah dari tindakan mereka itu- untuk mendapatkan harta dan keuntungan di dunia. Inilah maksud sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam:

((ورجل جعل الله بضاعته)) 
”Dan orang yang menjadikan Allah sebagai barang dagangannya.” 
Yaitu orang yang bersumpah ketika menjual dan membeli, dalam rangka meyakinkan barang dagangan yang ada di tangannya, padahal ia berdusta. 
Sabda beliau:

((لا يشتري إلا بِيَمينه ولا يبيع إلا بيمينه)). 
”Ia tidak membeli kecuali dengan bersumpah (dengan nama-Nya) dan tidaklah ia menjual kecuali dengan bersumpah.” 
Maksudnya, tidak membeli kecuali dengan sumpah, dan tidaklah ia menjual kecuali dengan sumpah. Dan ini menunjukkan rendahnya rasa pengagungan kepada AllahSubhanahu wa Ta'ala dalam dirinya. Seandainya saja dia mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenarnya, niscaya dia akan menjaga sumpah (tidak banyak bersumpah) dan tidak menjadikan Allah sebagai barang dagangannya. 
Faidah dari hadits di atas: 
1. Peringatan dari banyak bersumpah dalam berjual beli, dan anjuran untuk menghargai/mengormati sumpah dan memuliakan nama Allah Subhanahu wa Ta'ala
2. Penetapan sifat Kalam (berbicara) bagi Allah, dan sesungguhnya Dia berbicara dengan hamba yang taat kepada-Nya. 
3. Peringatan dari berbuat zina terlebih lagi untuk orang yang sudah berusia lanjut. 
4. Peringatan dari berbuat sombong terlebih lagi untuk orang yang faqir. 
(Sumber:Syarh Kitab Tauhid karya Syaikh Dr. Khalid bin ‘Abdullah Al-Mushlih, dengan tambahan dari al-Qoulul Al-Mufid dan al-Mulakhash fii Syarh Kitabit Tauhid. Diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono) 

Jumat, 15 Juli 2011

kajian islam Sejarah valentine days

The World Book Encyclopedia, vol. 20 (1993) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine’s Day: “Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian church. Still others link it with an old English belief that birds choose their mates on February 14. Valentine’s Day probably came from a combination of all three of those sources-plus the belief that spring is a time for lovers.” 

Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of fe-verish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda mencambuk orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dicambuk karena anggapan cambukan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Constantine dan Paus Gregory I. (Lihat: The Encyclopedia Britannica, vol. 12, sub judul: Christianity)

Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari. (Lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St. Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St. Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia pun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (Lihat: The World Book Encyclopedia, vol. 20, 1993).

Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St. Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Ge-offrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (Lihat: The Encyclopedia Britannica, vol. 12, hal. 242, The World Book Encyclopedia, 1998).

Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel,“Should Biblical Christians Observe It?” (www. Korr-net.org) mengatakan: “Kata“Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, artinya menyekutukan Allah ta'ala.

Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!

Saudaraku, itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?. Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita -remaja putra-putri Islam- yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal Allah ta'ala berfirman, artinya
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggung jawabnya.” (QS. al-Isra’: 36). 

valentine day

Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibukria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. 

Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine’s Day. Biasanya mereka saling mengucapkan “Selamat hari Valentine”, berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “Hari Kasih Sayang”. Benarkah demikian..?